PANORAMIC BANTEN

Dr. Agus Andi Subroto, STP., M.M: Gatal Menulis di Tengah Deru Terminal dan Derasnya Notifikasi Grup WhatsApp

27 April 2025
 Dr. Agus Andi Subroto, STP., M.M: Gatal Menulis di Tengah Deru Terminal dan Derasnya Notifikasi Grup WhatsApp

Panoramic Banten. Di hape, grup WhatsApp beranak-pinak. Bukan cuma satu-dua, tapi puluhan. Kalau notifikasi tak dimatikan, kepala bisa pusing sendirian. Macam "pusing pala berby". Setiap grup punya pola respon berbeda: ada yang cepat, setengah cepat, dan banyak juga yang memilih jadi silent reader. Ada yang aktif nimbrung, share meme lucu, bagikan tulisan orang lain, atau bahkan dengan semangat 45—karena katanya negeri ini belum sepenuhnya merdeka lahir dan batin—rajin kirim tulisan hasil karya sendiri. 

Siang ini, saya duduk santai di warkop pinggir Terminal Bungurasih. Menunggu bus yang akan membawa raga ini menuju Pasuruan. Di sana, anak-anak didik sudah menanti untuk kuliah dan ngobrol soal pelajaran. Sembari menanti, tangan ini malah gatal. Bukan gatal digigit nyamuk, tapi gatal ingin menulis. Lha kok bisa? Gara-gara sebuah pertanyaan yang mampir di salah satu grup WhatsApp—grup para penulis yang konsen menulis dan menerbitkan buku. Seseorang bertanya: "Bagaimana caranya punya endurance menulis yang gak habis-habis idenya?" 

Pertanyaan spontan itu langsung bikin jemari ini tak tahan. Ya sudah, ditulis saja. Supaya gatalnya hilang, dan perjalanan ke kampus terasa nyaman. Karena kalau gatal tak digaruk, rasanya mengganggu. Nah, kalau gatalnya karena ingin menulis, ya jawabannya cuma satu: tulis! Tak usah risau tulisan kita jelek, dibully, atau bikin minder. Gak usah juga menangis seharian di kamar hanya karena merasa tak sekeren penulis lain. Nikmati prosesnya.

Lalu ide itu datangnya dari mana? Dari mana saja. Apa yang dilihat, didengar, dibaca, bahkan yang diimpikan pun bisa jadi tulisan. Intinya, hidup itu ladang ide. Tinggal mau ditangkap atau tidak. Memang teori ini terdengar indah. Tapi faktanya, yang membedakan antara mereka yang menulis dan yang tidak hanyalah satu hal: praktek. Bukan cuma teori. Bukan cuma kata-kata indah dalam seminar. Tapi duduk, pegang hape atau laptop, dan mulai menulis. Ulang lagi. Seribu kali kalau perlu. 

Maka, saya atau Anda yang membaca ini—kapan mau mulai menulis serius? Mau nunggu sampai bisa bikin karya sekelas Chicken Soup for the Soul, Bumi Manusia, atau Ronggeng Dukuh Paruk? Gak usah nunggu. Tulis saja terus. Nanti juga sampai. 
Dan ingat, paling nikmat itu jadi diri sendiri. Termasuk dalam menulis. Gaya itu akan muncul setelah ribuan tulisan. Saya pribadi butuh 1000 tulisan dulu untuk mulai menemukan gaya sendiri. Mungkin Anda pun begitu.


"Menulis bukan soal hebat atau tidak. Tapi soal konsisten membiarkan hati bicara lewat jemari."👏👍🙏😚❤


Mister AAS, 25 April 2025
Warkop Terminal Bungurasih Surabaya

Dr. Agus Andi Subroto, STP., M.M: Gatal Menulis di Tengah Deru Terminal dan Derasnya Notifikasi Grup WhatsApp