Angka Pernikahan di Indonesia Menurun, Generasi Muda Pilih Menunda

Panoramic Banten. Data terbaru menunjukkan tren penurunan angka pernikahan di Indonesia. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama di kalangan generasi muda yang kini lebih memilih menunda pernikahan karena alasan karier, ekonomi, hingga ketidakpastian masa depan.
Dalam laporan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan signifikan. Jika sebelumnya pernikahan di usia 20-an menjadi hal yang umum, kini tren bergeser ke usia 30-an atau bahkan lebih.
“Banyak anak muda yang merasa belum siap secara finansial dan emosional untuk menikah. Apalagi dengan tekanan ekonomi pascapandemi dan harga kebutuhan hidup yang terus meningkat,” ujar salah satu peneliti demografi dari Universitas Indonesia.
Selain alasan ekonomi, faktor lain yang berpengaruh adalah perubahan pola pikir dan gaya hidup. Generasi muda kini lebih fokus pada pengembangan diri, pendidikan, serta pengalaman hidup sebelum memutuskan untuk membina rumah tangga.
Fenomena ini turut memunculkan kekhawatiran di kalangan pemerintah dan tokoh masyarakat, mengingat dampaknya terhadap struktur sosial dan angka kelahiran di masa mendatang. Beberapa pihak mendorong adanya kebijakan yang mendukung kesiapan menikah, seperti program literasi pernikahan, insentif pajak keluarga muda, serta kemudahan akses perumahan dan pekerjaan.
Meski begitu, sebagian anak muda justru melihat tren ini sebagai bentuk kematangan berpikir. “Pernikahan bukan sekadar formalitas, tapi komitmen jangka panjang. Menunda bukan berarti menolak, tapi memastikan lebih siap,” ujar Dina, 28 tahun, seorang profesional muda di Jakarta.
Dengan perubahan dinamika sosial ini, masa depan pernikahan di Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemampuan negara dan masyarakat dalam beradaptasi dengan nilai-nilai generasi masa kini.