Panoramic Banten. Di balik meja kerja dan rapat-rapat rutin, circle pertemanan di kantor sering kali menjadi sumber energi positif. Namun, tak jarang lingkaran ini berubah menjadi toxic. Awalnya terlihat seperti kelompok yang solid, tetapi perlahan memunculkan dinamika yang tidak sehat: gosip yang beredar cepat, sikap saling menjatuhkan, hingga membentuk kubu-kubu yang memisahkan rekan kerja lain. Di dalamnya, loyalitas sering diukur dari seberapa sering ikut mengkritik orang lain, bukan dari kualitas kerja. 

Toxic circle ini menciptakan atmosfer kerja yang penuh tekanan terselubung. Ide-ide baru sulit berkembang karena takut ditertawakan atau dibicarakan di belakang. Mereka yang berada di luar lingkaran merasa terasing, bahkan mulai kehilangan motivasi. Tidak jarang, persaingan sehat bergeser menjadi intrik yang menguras energi emosional. Dampaknya tidak hanya pada hubungan antarindividu, tapi juga produktivitas tim secara keseluruhan. 

Fenomena ini sering terjadi tanpa disadari, karena dibalut dalam kebersamaan semu. Obrolan santai di pantry berubah menjadi sesi membicarakan kekurangan orang lain. Dukungan yang seharusnya membangun, justru digunakan untuk mempertahankan “status” dalam kelompok. Seiring waktu, iklim kerja menjadi dingin, penuh kecurigaan, dan sulit untuk mengembangkan rasa saling percaya. 

Tips menghindarinya: 

1. Jaga interaksi tetap profesional, meski hubungan akrab, 
2. Hindari terlibat dalam gosip atau komentar negatif, 
3. Bangun jaringan pertemanan yang inklusif, tidak terbatas pada satu kelompok, 
4. Fokus pada kolaborasi lintas tim untuk memperluas perspektif, 
5. Kelola komunikasi dengan bahasa yang membangun, bukan menjatuhkan.

Lingkungan kerja yang sehat dimulai dari pilihan sikap setiap individu. Menjauh dari lingkaran toxic bukan berarti anti-sosial, melainkan langkah bijak menjaga kesehatan mental dan profesionalisme.