Tegas Tapi Kontroversial: Kebijakan Dedi Mulyadi Picu Pro-Kontra Nasional

Panoramic Banten. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik usai meluncurkan sejumlah kebijakan kontroversial yang menuai reaksi beragam dari masyarakat dan lembaga pengawas.
Salah satu kebijakan yang paling ramai diperbincangkan adalah program pembinaan karakter bagi siswa bermasalah yang dikirim ke barak militer di Purwakarta dan Bandung. Para siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja seperti tawuran, geng motor, hingga penyalahgunaan narkoba, akan ditempa dalam pelatihan disiplin selama enam bulan di bawah pengawasan personel TNI. Meski Dedi mengklaim seluruh proses dilakukan atas persetujuan orang tua, Komnas HAM menilai kebijakan ini perlu dikaji ulang karena TNI bukan institusi pendidikan sipil, dan tindakan tersebut berpotensi melanggar hak anak.
Tidak berhenti di situ, Dedi juga mengusulkan agar penerima bantuan sosial di Jawa Barat diwajibkan menjalani vasektomi. Usulan ini disampaikan dalam rangka mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mendorong kesadaran ber-KB di kalangan masyarakat miskin. Namun, Komnas HAM secara tegas menolak usulan tersebut karena dianggap melanggar hak reproduksi individu.
Selain itu, pada momen peringatan Hari Pendidikan Nasional, Gubernur Dedi resmi melarang siswa SD dan SMP di Jawa Barat membawa sepeda motor serta ponsel ke lingkungan sekolah. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan fokus belajar dan mencegah kecelakaan serta gangguan digital yang dapat menghambat proses pendidikan.
Serangkaian kebijakan tersebut menempatkan Dedi Mulyadi dalam pusat perdebatan publik antara pujian atas komitmennya terhadap disiplin dan ketertiban, serta kritik atas pendekatannya yang dianggap terlalu keras dan melanggar kebebasan sipil.