Slow Living Saat Long Weekend: Cara Baru Menikmati Waktu di Tengah Dunia yang Terburu-buru

Panoramic Banten. Alih-alih mengejar itinerary padat dan destinasi viral, kini makin banyak orang memilih ‘liburan diam’ beristirahat sepenuh hati, memelankan langkah, dan kembali ke diri sendiri.
Di tengah tren liburan serba cepat, padat, dan penuh unggahan media sosial, muncul arus baru yang justru mengajak kita memelankan hidup. Namanya: slow living. Istilah ini tak lagi hanya menjadi filosofi hidup ala Eropa Utara, tapi kini mulai diterapkan oleh masyarakat urban Indonesia, terutama saat long weekend.
Apa Itu Slow Living?
Slow living adalah gaya hidup yang mengajak seseorang untuk lebih sadar, pelan, dan bermakna dalam menjalani hari. Bukan soal malas, tapi tentang memberi ruang untuk menikmati bukan hanya melewati waktu.
Praktik slow living bisa berupa hal-hal sederhana seperti:
1. Membaca buku favorit sambil menyeruput teh hangat.
2. Memasak resep lama yang membangkitkan kenangan.
3. Menonton langit sore tanpa distraksi layar.
4. Menulis jurnal rasa dan pikiran.
5. Membersihkan rumah sebagai bentuk terapi diri.
Trend Baru di Kalangan Urban Millennial dan Gen Z
Fenomena slow living semakin populer di kalangan profesional muda yang merasa jenuh dengan gaya hidup produktif tanpa jeda. Hashtag seperti #slowweekend atau #mindfulliving mulai ramai di media sosial, diisi dengan konten-konten estetik tentang me-time, ruang minimalis, hingga rutinitas pagi tanpa terburu-buru. Bahkan, beberapa kreator konten di Indonesia mulai menyuguhkan konten “bukan untuk viral,” melainkan untuk menghadirkan ketenangan bagi penontonnya seperti video tanpa suara latar, hanya derit pintu, desis wajan, atau detak hujan.
Rekomendasi Slow Living Saat Long Weekend
--Digital detox: Matikan notifikasi media sosial selama 1 hari.
--Pagi tanpa alarm: Bangun dengan ritme alami tubuh.
--Masak sendiri: Pilih resep yang menenangkan dan bernuansa nostalgia.
--Journaling: Tulis 5 hal yang disyukuri hari ini.
--Menonton ulang film lama: Pilih film yang memberi rasa hangat dan kenangan.
Slow living bukan berarti anti teknologi atau menolak modernitas. Sebaliknya, ia mengajarkan cara menggunakan waktu secara lebih sadar dan berkesan. Di tengah dunia yang serba cepat, barangkali pelan adalah bentuk keberanian baru.