Panroamic Banten. Media sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Namun di balik deretan foto estetik dan video viral, tersembunyi bahaya psikologis yang mulai mengganggu: krisis citra diri atau self-image. 

Remaja masa kini kerap membandingkan penampilan mereka dengan apa yang mereka lihat di Instagram, TikTok, atau Snapchat. Filter, editan, dan standar kecantikan tak realistis membuat banyak remaja merasa dirinya “kurang menarik”, “tidak cukup kurus”, atau “tidak cukup keren”. Padahal, yang mereka bandingkan seringkali hanyalah versi terbaik dari orang lain bukan kenyataan. 

Fenomena ini berdampak besar pada kepercayaan diri. Banyak remaja mulai enggan tampil di depan umum, merasa malu dengan tubuh sendiri, bahkan mengalami gangguan seperti body dysmorphia atau depresi ringan. Studi terbaru menunjukkan bahwa waktu berlebih di media sosial berkorelasi dengan tingkat kepuasan tubuh yang rendah di kalangan remaja perempuan maupun laki-laki. 

Kondisi ini diperparah dengan budaya komentar yang kerap menyorot fisik, serta konten viral yang mengglorifikasi standar kecantikan tertentu. Akibatnya, remaja yang tidak sesuai ‘standar’ merasa terpinggirkan. 

Penting bagi orang tua, guru, dan lingkungan sekitar untuk menciptakan ruang aman dan mendampingi remaja memahami bahwa nilai diri tidak ditentukan dari like atau followers. Literasi digital dan edukasi seputar kecantikan yang beragam harus diperkuat, agar remaja tidak kehilangan jati diri hanya karena ilusi di layar kaca.