Panoramic Banten. Beberapa waktu terakhir, media sosial ramai membahas program pelatihan ala militer untuk pelajar bermasalah di Jawa Barat. Banyak yang pro-kontra, tapi tahu nggak sih? Di balik kesan ‘seram’ dan ‘keras’, ada sisi positif yang justru bikin banyak pelajar berubah jadi lebih baik!

1. Disiplin Waktu Jadi Gaya Hidup
Pelajar yang ikut program ini harus bangun pagi, ikut apel, salat berjamaah, hingga latihan fisik. Awalnya mungkin berat, tapi lama-lama mereka terbiasa. Setelah pulang ke rumah, banyak yang bilang mereka jadi lebih bisa ngatur waktu buat belajar, bantu orang tua, bahkan nyiapin masa depan.

2. Rasa Tanggung Jawab dan Mandiri Meningkat
Di barak, nggak ada mama papa yang nyuapin atau nyiapin baju. Semua harus dilakukan sendiri. Nah, dari situ banyak pelajar yang belajar jadi mandiri dan nggak manja. Mereka mulai mikir dua kali sebelum ngelakuin hal sembarangan, karena sudah ngerti arti tanggung jawab.

3. Jiwa Kepemimpinan Terasah
Latihan ala militer nggak cuma soal fisik, tapi juga soal kerja sama tim dan kepemimpinan. Banyak pelajar yang awalnya pemalu, sekarang bisa mimpin regu, ambil keputusan, dan berani ngomong di depan umum. Soft skill kayak gini penting banget lho buat masa depan!

4. Menemukan Arti Perjuangan dan Rasa Syukur
Ada yang bilang, "Di barak, baru terasa betapa enaknya hidup di rumah." Justru dari pengalaman itu, mereka jadi lebih menghargai orang tua dan fasilitas yang dimiliki. Bahkan ada yang sampai sujud minta maaf ke ibu saat program selesai. Menyentuh banget!

5. Peluang Kedua untuk Masa Depan Cerah
Buat yang pernah terjerat masalah—tawuran, bolos, kecanduan game—program ini jadi semacam "restart button". Mereka diberi kesempatan untuk memulai dari awal, dengan semangat dan mindset baru. Banyak yang akhirnya balik ke sekolah dengan motivasi lebih besar dari sebelumnya.
---
Kesimpulan:
Program pelatihan militer untuk pelajar mungkin terlihat kontroversial, tapi kalau dilihat dari kacamata pembinaan karakter, justru punya dampak positif yang besar. Selama pelaksanaannya memperhatikan hak dan kebutuhan psikologis anak, pendekatan ini bisa jadi solusi nyata untuk menyelamatkan generasi muda dari jurang kenakalan dan kehilangan arah.